Menggabungkan konsep marketing komersil dan ilmu social, social marketing bisa dipahami sebagai aktivitas marketing yang bertujuan memberi pengaruh positif kepada target audiens baik secara individu maupun sebagai komunitas. Karena itulah, social marketing juga dikenal sebagai “marketing for good” atau marketing demi kebaikan. Alih-alih menghasilkan konversi penjualan, jenis marketing ini lebih berfokus pada memberikan aksi dan dampak positif untuk mendukung transformasi sosial yang positif. Ada beberapa ekspektasi output dari penerapan social marketing. Audiens yang disasar diharapkan bisa mengadopsi kebiasaan baru, menolak melakukan perilaku buruk, mengubah perilaku mereka menjadi lebih baik, dan meinggalkan kebiasaan buruk yang sudah mereka lakukan.
Salah satu contoh social marketing yang cukup terkenal adalah video dan game “Dumb Ways to Die”. Dikemas dengan menarik dan menghibur, banyak yang tidak menyangka bahwa ini adalah social marketing untuk meningkatkan kesadaran agar berhati-hati saat menggunakan fasilitas kereta metro. Social marketing juga diterapkan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kampanye yang dilakukan BKKBN untuk mendorong para ayah agar ikut ambil peran dalam program pembatasan kelahiran.
Social marketing biasanya memang ditargetkan untuk kalangan tertentu dan bisa jadi jangkauannya spesifik. Karena itu, sangat mungkin ada pihak-pihak yang merasa tidak relevan dengan pesan yang disampaikan, atau bahkan merasa kontra. Namun, tujuan dari social marketing memang bukan untuk menyenangkan semua orang. Jika kita memaksakan agar pesan kita bisa relevan dengan semua pihak, risikonya adalah terlalu banyak informasi dalam campaign yang justru membuat audiens bingung atau salah paham.
Akan lebih tepat jika kita menentukan intensi kita sebagai dasar dalam pembuatan campaign social marketing. Menentukan intensi berarti menentukan pesan apa yang akan ditujukan kepada audiens yang mana, dan ini yang akan menjadi pondasi. Jika sampai terjadi misinterpretasi, kita bisa tetap mengukur apakah pihak yang salah memahami ini relevan dengan intensi yang telah kita tentukan. Jika tidak, maka kita bisa mengabaikannya dan fokus hanya kepada target audiens kita.
Meski begitu, penting juga bagi kita mencegah terjadinya misinterpretasi pesan. Yang bisa kita lakukan adalah memastikan narasi yang digunakan di semua elemen campaign social marketing sesuai dan mendukung tujuan dari campaign-nya. Ini bisa dicapai dengan cara menggali dan mendengar dari target audiens: mengadakan riset skala kecil sebelum campaign dimulai untuk memahami bahasa dan pembawaan yang kira-kira akan cocok dengan mereka.
Sumber:
https://www.wallstreetmojo.com/social-marketing/
https://www.instagram.com/p/Cu9NE8ISXMP/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==